Ternyata, di sana sudah bertengker 2 sahabatmu. Akupun menyapa mereka yang sudah kuanggap my bestie. Dan mereka membalasku pendek. Yah, selalu aku yang harus membuka suara untuk itu. Entahlah. Aku hanya berusaha menjadi teman yang easy going and humble. Meski kadang kala, itu tak mendapat respon atau timbal balik. Aku diacuhkan. Dan hanya aku yang tahu, bagaimana rasanya itu. Untungnya, aku punya banyak tabungan rasa pengertian dan rasa sabar di bank hati. Yah! Itu bagus kan.
Mungkin, karena aku orang luar. I think so! Perbedaan kebudayaan antara orang Indonesia dan Mesir, itu sangat jauh berbeda. Dan aku tidak begitu faham dengan pergaulan dan tata krama pemuda pemudi di sana. Aku tetap menjadi diriku apa adanya. Be myself. Inilah aku, dan dengan bangga aku katakan 'I am Indonesian'. Dan mereka tetap dengan style mereka. Hanya saja, kadang mereka lupa. Untuk menjadi tuan rumah yang baik, mereka harus memperlakukan tamu dengan selayaknya. Tak peduli asal, ras, budaya, ataupun latar belakang mereka. Tapi, aku maklum saja. Mereka masih muda. Aku hanya perlu berdamai dengan keadaan.
Lagi, kamu hanya berbicara sekedarnya denganku. Seolah kamu kehabisan topik pembahasan, dan kamu beralibi tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Dan aku terlalu paham untuk mengetahui bahwa itu hanya sebuah alasan konyol yang sudah expaired date. Dan kamu, kembali sibuk dengan handphonemu seperti biasa. Karena itu, diam adalah pilihan terbaik di saat mulut tak mampu berkata-kata. Sejujurnya, aku sudah lelah dengan kebohongan semacam itu.
Kamu mulai berbicara dengan sahabat dekatmu. Bukan hanya di room-mu tapi di juga di telpon. Yah, anggap saja aku tak ada. Aku sudah biasa diacuhkan seperti itu. Lagipula, ini bukan pertama kalinya, tapi yang kesekian kalinya. Maaf, tapi aku lupa menghitungnya. Karena terlalu sering, jadi sudah seperti kebiasaan.
Tiba-tiba, Kalian tertawa terbahak-bahak. Seolah ada hal lucu yang mengguncang perut kalian. Sayangnya, tak ada satupun yang mau menjelaskan itu padaku. Yah, itu juga sudah biasa. Lagipula jika aku bertanya, jawaban yang kudapat hanya satu. "Nothing important. Jusk kidding". Yah, tidak penting. So simple! Jika kamu dan mereka berkata begitu, aku bisa apa, selain berhenti bertanya dan berhenti mencari tahu. Meski rasa penasaran terus mengganggu pikiran.
Entah ada angin apa, kamu bertanya pendapatku tentang salah satu sahabatmu. Dan akupun menjawab. Hanya saja, itu tak kau dengar karena kamu sibuk bicara dengan temanmu yang lain. Yeah! Bagiku diam dan menjadi pendengar memang lebih baik. Dan aku hanya bisa menekan tombol mute sampai ada yang bertanya padaku.
Targetmu complete. Beberapa temanmu sudah out. Kurasa, kamu akan segera clossing live. Dan tebakanku benar. Kaupun pamit dan menutup siaranmu. Iya, bagiku itu sudah selesai. Tapi, kebersamaanmu dan temanmu tetap berlanjut di media sosial lainnya. Dan aku, hanya bisa berharap, kau mau membalas pesan yang kukirim. Meskipun dengan slow response. Untuk telpon darimu, kurasa itu adalah hal yang cukup sulit.
Messenger-ku berbunyi. Ternyata, salah seorang temanmu mengirim pesan untuk bertanya. Tidak seperti biasa. Dia orang yang jarang bertanya. Ketika dia bertanya, itu pasti ada alasannya. Entah dia ingin tahu, dia penasaran, atau seperti biasa, hanya basa basi belaka. Hanya untuk menunjukkan dia lebih dariku dalam segala hal. Actually, I don't care about her, but she always trying to make me jealous. Dan lagi, dia bilang aku mirip dengannya. Aku adalah aku, dan kamu adalah kamu. Aku tak akan jadi sepertimu, begitupun kamu. You are wrong. Lagipula, aku lebih tua darinya 8 tahun. Lalu, siapa yang mirip siapa di sini??? Lucu. Kurasa, dia perlu belajar untuk sedikit menahan rasa egonya. Sayang jika orang lain tahu tentang itu. Image-nya akan berkurang.
Di atas langit, masih ada langit. Ingin rasanya aku mengatakan itu padanya. Tapi, kurasa hatinya terlalu sensitive untuk mendengar itu. Yang ada dia akan salah paham. Mungkin, dia suka menjadi kupu-kupu yang suka dengan pujian. Aku lebih suka menjadi padi. Yah, padi. Padi mengajarakanku bahwa semakin berisi, padi akan semakin merunduk. Dan aku rasa, manusia juga harus berpikir seperti itu. Karena kesombongan hanya akan membuat kita terlihat tak bernilai. Ingat, diam itu berlian. Dan berlian harganya mahal. Tapi, diam bukan berarti kita tak tahu. Hanya saja, berlaku bijaksana dalam menanggapi hal sederhana lebih baik daripada menghabiskan tenaga untuk menjelaskan hal yang sepeleh.
Biasanya, aku memberikan waktu untuknya menunjukkan segala yang dia punya. Yah, menghibur orang juga bisa dapat pahala. Ladang untuk di akhirat kelak. Tapi maaf, untuk hari ini, aku tak punya waktu untuk menjadi pendengar yang baik. Sorry friend. You can find other people for that. Tapi aku tahu benar, kau tak punya keberanian sebesar itu terhadap orang lain. Mungkin, aku terlalu baik. Sampai menampung segala penatmu, tanpa kamu sadari. You open your mind and your secret. But you don't know about it. You think, you just answer my question. But you don't know my reason to ask you. Andai kau tahu. Kamu pasti terdiam. Sudahlah. Biarkan dia bahagia dengan caranya sendiri.
Dan untukmu, aku mengingat pertanyaanmu. Dan kubalas lewat WhatsApp. Wow! Fast response. Amazing. Biasanya aku harus menunggu berjam-jam atau seharian. Tapi, ini terlalu cepat. Mungkin, karena ini tentangnya. Segala sesuatu tentangnya, kau selalu fast response. Aku tidak tahu harus senang atau sedih karena ini. Tapi, mendengar balasan darimu, hatiku hancur. Kamu tertawa. Seolah itu hal biasa dan normal. Tapi, tidak bagiku. 'Apa? Kau akan mengirim pesanku untuk membuatnya bahagia?'. Selalu saja kebahagiaannya yang kau pikirkan. Andai kau tahu, mendengar itu, rasanya ada pisau yang menggores hatiku. Kau tak pernah begitu padaku. Jangankan melakukannya, berpikir tentang itu saja, rasanya tidak pernah. Dulu kau bilang, kau akan melakukan apapun untukku. Tapi ternyata, itu hanya omong kosong belaka. You are a liar. 'Apa katamu? Bercanda? Terima kasih. Candaanmu berhasil menghancurkan kepercayaan seseorang.'
Hati..... oh.... hati. Sejauh mana kamu akan terluka? Lagi dan lagi. Aku harus berdamai dengan hati. Aku hanya bisa tertawa untuk itu. Tapi, dalam hati terluka dan merintih. Forget it. Kurasa, aku harus lupa. Lagipula, kaupun tak peduli. Lihat, kau tertawa. Hanya tertawa. Itu bagus. Bagus untukmu dan untuknya. Tapi, tidak untukku. That's enough. Cukup! Hari ini, masih banyak yang harus kukerjakan. Terlalu pagi untuk bersedih. Lagipula, sakit kepala sudah cukup menyiksaku hari ini. Semoga ada kebahagiaan di waktu selanjutnya. I hope!!!