Kamis, 30 November 2017

Menilik Estetika Di Balik Uang Kertas


     Uang! Siapa yang tidak kenal dengan uang. Semua orang tahu apa itu uang. Uang adalah alat tukar yang berlaku dimana-mana dan di terima oleh masyarakat umum. Karena itu, tak jarang ada yang mengatakan bahwa uang adalah raja. Kata yang sudah sangat populer di telinga hal layak ramai. Itu tidak salah. Di planet yang bernama bumi ini, kita tidak bisa hidup tampa memiliki uang. Karena kemanapun kita pergi, kita membutuhkan uang sebagai alat tukar yang berlaku di wilayah tersebut. Termasuk di Indonesia, dimana rupiah menjadi mata uang sebagai alat tukar atau pembayaran yang sah.
     I Love Money”, begitu kata kebanyakan orang. Apakah mereka benar-benar mencintai uang? atau mereka hanya membutuhkannya? Entahlah. Realitanya, tidak semua orang yang mengatakannya, memperlakukan uang sebaik yang ia katakan. Cinta, artinya menyanyangi, menjaga, dan memelihara, tidak sekedar hanya memiliki saja. Tapi faktanya, masih saja kita mendapati uang yang kusut, terlipat, tergulung, sobek, bahkan ada yang di tulis atau di coret-coret. Sangat memprihatikan. Jika begini keadaannya, maka istilahnya perlu diganti. Bukan Love Money, tapi Need Money. Karena kebanyakan orang lebih membutuhkannya daripada mencintainya. Jadi tidak salah jika kemudian banyak artikel-artikel bermunculan, tentang bagaimana mencintai uang dengan lebih baik.
     Kali ini, saya tidak akan membahas lebih jauh, apa itu uang atau bagaimana cara merawat dan menyimpan uang dengan baik. Karena kalian, bisa mencari di internet dan menemukan banyak artikel di Google tentang itu. Sekarang, saya akan sedikit membahas tentang estetika yang terkandung dalam uang itu sendiri, khususnya uang kertas. Bingung? Ya, kebanyakkan orang bingung jika kita berbicara tentang estetika atau keindahan. Apalagi, itu dikaitan dengan uang. “Money is money”, begitu jawaban yang sering kudengar. Mereka benar, uang adalah uang dan kita membutuhkannya sebagai alat pembayaran yang sah. Tapi, tahukah mereka tentang uang yang mereka pakai atau mereka gunakan sebagai alat pembayaran itu? Jika mereka orang Indonesia, tentu saja mereka akan mengatakan, "Saya tahu". Ya, mereka tahu. Nama mata uangnya apa, berapa nominalnya dan warnanya apa. Contohnya, ketika kita menunjukkan selembar uang kertas dengan nominal Rp. 100.000,-. Orang-orang akan berkata, "Itu uang kertas, seratus ribu rupiah, warnanya merah". Menurut mereka, itu informasi yang cukup tentang uang yang mereka miliki.
     Tapi anehnya, jika kita bertanya lebih jauh lagi, kita akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari itu. Orang-orang akan mulai berpikir sebelum menjawab, ada yang asal-asalan menjawab, ada yang terdiam, dan sebagain besar mengatakan tidak tahu. Jadi, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebenarnya orang-orang tidak begitu kenal dengan uang yang mereka miliki. Uang rupiah yang setiap harinya mereka pakai untuk membeli kebutuhan hidup. Mereka hanya tahu nama mata uangnya apa, nominalnya berapa dan juga warna uangnya. Selebihnya tidak. Hanya sebagian orang saja yang memperhatikan uang lebih dari ketiga hal itu.

Kita harus tahu!

     Bahwa uang itu tidak sebatas nama, nominal dan warna saja. Tidak! Selembar uang yang kita miliki, lebih dari itu. Uang tidak dibuat dengan semudah itu, tetapi dengan perencanaan yang disusun secara sistematis dan terstruktur, dengan biaya yang tidak sedikit dan memakan waktu yang cukup lama untuk membuatnya. Kita juga perlu tahu bahwa dibalik pembuatan uang itu, ada orang-orang hebat yang memikirkan apa yang harus di cetak di atas selembar kertas, yang mampu menginterpretasikan bahwa itu adalah mata uang yang berlaku di negara ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dimana setiap nominal itu berbeda, dan memiliki ciri khas tersendiri. Bukan hanya dari warna, tapi juga gambar dan kode visual yang ada.
     Di setiap lembar uang kertas yang kita miliki, terdapat nilai estetika di dalamnya. Tapi sepertinya, hanya para kolektor uang saja yang memahami hal ini dengan lebih baik. Para kolektor uang tidak hanya sekedar melihat nominal yang terbaca dari selembar uang kertas, tapi lebih melihat kualitas dari uang itu sendiri, khususnya gambar yang tertera di dalamnya. Semakin sulit tingkat pembuatannya, maka semakin tinggi pula harga uang tersebut. Terlebih untuk uang yang sudah langka. Itu dibandrol dengan harga yang cukup mahal dari pembuatannya. Tapi, para kolektor uang tidak segan untuk merogok kocek dalam-dalam untuk selembar uang kuno incarannya. Uang kertas memang punya nilai estetikanya tersendiri di mata para penikmatnya. Hanya saja, kadang kita tidak begitu memperhatikannya. Jadi, apakah kita bisa berkata bahwa kita mencintai uang? sedangkan pada kenyataannya, kita tidak begitu kenal dengan uang yang kita miliki.

Kenali Rupiah dengan lebih baik.

     Ya, kita memang harus belajar untuk tidak sekedar tahu saja, tapi memahami, mengerti dan mampu mendefinisikan uang dengan lebih baik. Tidak sekedar nama, nominal dan warna uang saja. Terlebih, Bank Indonesia belum lama ini telah mengeluarkan uang baru yang sudah beredar di masyarakat. Jangan sampai kita tidak tahu seperti apa uang baru itu, baik wujud maupun tekstur bahannya. Apakah sama atau berbeda? Terlebih, jika kita tidak mampu membedakan, mana uang asli dan mana uang palsu dikarenakan informasi yang minim atau faktor ketidaktahuan. Jika sudah demikian, maka kita sendiri yang rugi.
     Kita perlu tahu bahwa pada setiap uang kertas baru yang beredar, desain grafis mata uang kertas Indonesia itu membawa informasi kepada rakyat. Sebagaimana uang baru yang belum lama ini dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan tahun emisi 2016, yang masih dengan seri pahlawan dan juga kebudayaan seperti uang-uang sebelumnya. Makna dan arti dari gambar pada uang kertas sangatlah mendalam. Gambar pada uang kertas mengandung nilai estetika yang berhubungan dengan masalah keindahan visual, antara lain tersusun atas elemen huruf, gambar, warna serta teknik cetak yang khas. Selain itu, gambar pada uang kertas sarat dengan muatan informasi atau bahkan kode visual. Dimana dalam gambar uang kertas, ekspresi visual yang dituangkan dapat mencerminkan gagasan, ide dan juga konsep.
     Ada 7 lembar uang kertas baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Semuanya memiliki ciri khas tersendiri. Mulai dari nominal uang Rp. 100.000,- sampai dengan pecahan Rp. 1.000,-. Pada setiap uang kertas terdapat gambar pahlawan di satu sisinya (sisi depan), dan kebudayaan di sisi lain (sisi belakang). Dua sisi mata uang, begitulah kira-kira pepatah mengatakannya. Kebudayaan ditampilkan dalam wujud gambar seorang penari dengan pakaian khas untuk tarian tertentu, dengan latar belakang destinasi objek wisata populer yang ada di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, atau yang lebih kita kenal sebagai Pesona Indonesia.
     Mulai dari nominal Rp. 100.000,-, dimana di sisi depan terdapat dua gambar pahlawan yakni Dr. (H. C.) Ir. Soekarno dan Dr. (H. C.) Drs. Mohammad Hatta yang tidak lain adalah Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia. Di sisi belakang, terdapat gambar seorang penari tari Topeng Betawi dengan view Raja Ampat sebagai latarnya. Tari Topeng Betawi merupakan tari yang bersifat teatrikal dan komunikatif lewat gerak. Tarian ini menggunakan topeng kayu dan di iringi oleh musik tradisional Betawi. Sedangkan Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian 4 gugusan pulau yang berdekatan, yakni Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati dan Pulau Batanta. Kepulauan ini terletak di provinsi Papua Barat. Menurut berbagai sumber, Kepulauan Raja Ampat merupakan satu dari sepuluh perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Dengan aneka ragam flora dan fauna bawah air. Keindahan Raja Ampat menjadi salah satu tujuan para penyelam yang tertarik dengan pemandangan bawah lautnya.
     Berbeda dengan uang nominal Rp. 100.000,-, uang pecahan Rp. 50.000,- memiliki gambar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja atau Ir. Djuanda yang merupakan Perdana Menteri ke 10, sekaligus yang terakhir. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja 1. Di sisi belakang terdapat gambar seorang penari tari Legong yang berasal dari provinsi Bali. Tari Legong merupakan tari yang biasanya di tarikan oleh dua orang gadis. Dengan latar Taman Nasional Komodo yang menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1991. Taman yang berlokasi di Nusa Tenggara Timur ini merupakan taman nasional yang luas dan bertujuan untuk melindungi komodo dan satwa liar lainnya yang terancam punah.
     Pada uang Rp. 20.000,-, terdapat gambar Dr. G. S. S. J. Ratulangi atau yang lebih kita kenal sebagai Sam Ratulangi. Beliau merupakan Pahlawan Nasional Indonesia dari Sulawesi Utara. Di sisi lain terdapat gambar penari yang menggunakan Taah atau pakaian khas wanita yang terdiri dari beludru yang dihiasi manik-manik. Baju khas tari Gong atau tari Kancet Ledo yang berasal dari Kalimantan Timur, tepatnya dari Suku Dayak Kenyah. Dinamakan tari Gong karena menarinya di atas Gong, dan dilakukan oleh seorang perempuan. Tarian ini di pertunjukkan untuk penyambutan tamu agung atau upacara menyambut kelahiran bayi kepala suku. Dengan latar kepulauan Derawan yang berada di kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dimana kepulauan Derawan menawarkan sejumlah objek wisata bahari yang menawan. Salah satunya taman bawah laut yang diminati oleh wisatawan mancanegara, terutama para penyelam kelas dunia.
     Pada uang Rp. 10.000,-, terdapat nama Frans Kaisiepo yang merupakan Pahlawan Nasional Indonesia dari Papua. Di sisi lain, ada gambar penari tari Pakarena dari Sulawesi Selatan. Tari Pakarena ini diperuntukkan khusus untuk wanita. Karena mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, lembut, setia dan santun. Di iringi musik dua kepala drum atau gandrang dan sepasang instrumen alat seperti suling yang di sebut puik-puik. Dengan latar Taman Nasional Wakatobi di kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pulau Wakatobi adalah pulau yang menawarkan panorama keindahan alam bawah laut yang terdiri dari 25 buah gugusan terumbu karang.
     Sedangkan pada pecahan Rp. 5.000,-, terdapat gambar Dr. K. H. Idham Chalid yang merupakan politisi Indonesia yang berpengaruh pada masanya. Beliau pernah menjabat sebagai wakil Perdana Menteri Indonesia pada kabinet Ali Sastroamidjojo II dan kebinet Djuanda. Di sisi belakang, terdapat gambar penari tari Gambyong. Tarian Jawa Klasik yang indah dan anggun dari Surakarta, Jawa Tengah. Ciri khas pakaiannya bernuansa kuning dan hijau, sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan. Dengan latar Gunung Bromo, yang merupakan gunung aktif yang terletak di Jawa Timur. Lautan pasir adalah andalan wisata dari Gunung Bromo. Di alam pegunungan yang sejuk, kita dapat melihat padang pasir dan rerumputan yang luas. Yang paling di tunggu dari Gunung Bromo adalah sight view ketika matahari terbit dan terbenam, karena memang akan terlihat sangat jelas dan sangat indah.
     Pada uang pecahan Rp. 2.000,-, di isi oleh gambar Mohammad Hoesni Thamrin, yang merupakan seorang politisi era Hindia-Belanda yang kemudian di anugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Di sisi belakang, terdapat gambar penari tari Piring. Tari tradisional Minangkabau yang berasal dari kota Solok, Sumatra Barat. Tarian yang menggunakan piring sebagai media utamanya. Piring merupakan sebuah simbol dari masyarakat
Minangkabau. Dengan latar Ngarai Sianok yang merupakan sebuah lembah curam atau jurang, yang terletak di perbatasan kota Bukittinggi di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Sebuah lembah yang menawarkan pemandangan yang indah dan merupakan salah satu objek wisata andalan provinsi.
     Sedangkan pada uang pecahan Rp. 1.000,-, di isi oleh gambar Tjut Meutia atau Cut Nyak Meutia. Beliau adalah seorang wanita yang berasal dari Aceh, dan diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 107/1964 pada tahun 1964. Di sisi lain terdapat gambar penari tari Tifa dari bagian timur Papua dan Maluku. Tari ini dipertunjukkan untuk penyambutan tamu dan sabagai ungkapan rasa syukur, yang disampaikan melalui syair dan tarian yang di iring oleh ketukan tifa. Tifa sendiri adalah sebuah alat musik yang terbuat dari kayu dan kulit binatang. Dengan latar Banda Neira atau Banda Naira, yang merupakan  salah satu pulau di Kepulauan Banda, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku - Indonesia. Pulau ini pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli dunia, karena Kepulauan Banda adalah satu-satunya sumber rempah-rempah yang bernilai tinggi hingga pertengahan abad ke-19. 
     Ternyata, dari selembar uang kertas, kita bisa belajar banyak hal. Dari gambar yang ada pada uang kertas ini, mencerminkan bahwa Indonesia kaya akan nilai tradisi yang bersumber dari warisan budaya leluhur. Keberadaan gambar pahlawan dari berbagai wilayah Indonesia merupakan wujud dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beragam, sebagaimana yang tertuang dalam Bhineka Tunggal Ika, “Berbeda-beda tetap satu jua”. Serta adanya gambar penari, menunjukkan bahwa Indonesia menjunjung tinggi nilai tradisi dan budaya. Juga dari view  yang dijadikan sebagai latar belakang atau background yang ada. Semakin menegaskan, bahwa negara Indonesia itu kaya akan budaya dan juga kepulauan yang menawarkan sejuta pesona objek wisata yang tersebar dari Sabang-Merauke. Sungguh keindahan yang sudah terbantahkan lagi. Bahkan dunia telah memberi apresiasinya.
     Estetika yang coba dituangkan dalam bentuk gambar visual pada selembar uang kertas. Dengan penyampaian informasi dalam bentuk huruf, untuk menjelaskan secara detail tentang gambar visual yang dimaksud, tertera dalam uang kertas tersebut. Ditambah dengan gradasi warna yang lebih soft dan desain yang lebih segar, membuat tampilan uang kertas baru ini semakin modern and good looking. Tidak salah jika uang kertas baru ini masuk dalam daftar 15 uang terkeren di seluruh dunia. Indonesia memang memiliki desain uang kertas terbaik. Satu hal lagi, uang kertas terbaru ini memiliki sistem pengamanan uang yang lebih kompleks dari uang sebelumnya. Karena itu, uang baru ini sulit untuk di palsukan.
     Dengan peluncuran uang rupiah baru ini, diharapkan masyarakat lebih meningkatkan kecintaannya terhadap rupiah. Bahkan Presiden RI ke-7, bapak Jokowi menilai bahwa mencintai rupiah adalah salah satu wujud kecintaan masyarakat terhadap kedaulatan dan kemandirian bangsa. Beliau meminta kepada masyarakat, untuk menggunakan uang rupiah dalam bertransaksi ataupun menabung di perbankkan dalam negeri. Jadi, sudah sepantutnya kita sebagai warga negara Indonesia, menghargai dan mencintai uang rupiah dengan lebih baik. Kita kadang berkata, "I love money", tapi kita tidak memperlakukan uang dengan baik. Kita tahu benar, bahwa rupiah adalah mata uang negara Indonesia, tapi kita tidak begitu mengenal uang rupiah yang kita miliki sendiri. Jadi, pantaskah kita mengatakan bahwa kita cinta rupiah? Mari, kenali rupiah dengan lebih baik mulai dari sekarang. Bukan hanya sekedar memiliki, tapi juga menjaga, menyimpan dan menggunakannya secara tepat. “I love money and I love Rupiah".   


 
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

I AM JEALOUS

Hari ini, aku bangun pagi seperti biasa. Dan lagi, kamu mengirim link siaran YOME -mu. Kali ini bukan melalui  WhatsApp tapi Messenger . ...